Thursday 5 January 2012

Faktor Penyebab Pengawasan BI Dirasa Belum Maksimal


Perbankan dan dunia usaha merupakan dua sisi yang diharapkan paling punya peran dalam stimulus pemulihan ekonomi. Namun bagi pebisnis dan masyarakat pada umumnya, tak ada lagi yang tersisa dari kepastian hukum di negara ini. Bahkan, sistem perbankan nasional pun bukan lagi tempat yang aman untuk menyimpan dana, karena sarat dengan kejahatan kerah putih (white collar crime). Melihat peran Bank Sentral yang sangat penting dan strategis dalam upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Dengan kata lain bank sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu-lintas pembayaran, serta dapat mendukung efektifitas kebijakan moneter. Hal tersebut yang mendukung wewenang Bank Indonesia untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan  menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan. Ternyata belum dapat maksimal melaksanakan fungsinya dalam hal pengawasan perbankan nasional.
Laporan pengawasan langsung dan tidak langsung yang dilakukan  Bank Indonesia terhadap bank nasional belum dapat memenuhi tujuan dari adanya pemeriksaan berkala tersebut  terbukti dari sistem pengawasan yang ada, sistem tersebut dapat dikatakan sudah  ketat, namun bank nasional masih mengalami permasalah-permasalah yang berdampak sistemik. Berkaca terhadap kasus  pembobolan rekening nasabah oleh Senior Relationship Manager Citibank, Inong Melinda Dee dan skandal Century menggambarkan betapa Bank Indonesia (BI) tidak berdaya mencegah white collar crime di tubuh perbankan nasional. Ketidakberdayaan BI itu memunculkan kecurigaan lain, yakni kemungkinan terlibatnya oknum BI dalam rangkaian kejahatan itu, sebagaimana temuan Pansus Hak Angket DPR dalam skandal Bank Century.
Bank Indonesia sebagai intuisi pengawasan perbankan, terbukti belum efektif dalam menjalankan tugasnya. Bank Indonesia memang memiliki keterbatasan. Tidak hanya keterbatasan teknis tetapi juga terkait dengan konflik kepentingan. Bank Indonesia juga dihadapkan dua fungsi yang sama-sama sangat penting. Selain sebagai pengawasa perbankan, bank Indonesia juga sebagai kendali moneter. Dengan kondisi ini , sementara infrastruktur yang kurang memadai, maka bank Indonesia harus memilih prioritas dalam menjalankan fungsinya dihadapkan dua kondisi dimana harus memilih, apakah harus menjalan fungsinya apakah harus mendahulukan aspek pengawasan atau pengendalian moneter. Hal tersebut membuat ketidakindependenan BI, hal tersebut didasari kenyataan dalam praktek keseharian, seringkali terdapat ketidakserasian-bahkan kerancuan antara mengawasi bank di stu pihak dengan upaya penyelamatan bank dipihak lain. Kondisi inin nampakanya juga dialami BI, dimana banyak opini yang pada intinya meragukan obyektifitas, independensi dan efektifitas pengawasan Bank Indonesia, terlebih lagi BI juga dibebani sebagai pengendai moneter yang tentunya memerlukan  perhatian lebih mengingat persoalan moneter yang komplek.
Mengacu pada undang-undang perbankan Bank Indonesia , sebenarnya prosedur pengawasan perbankan  tidak ada indikasi menolak bahwa sistem pengawasan perbankan kita dapat ditembus, hanya saja memang akan selalu timbul pertanyaan : apakah hal tersebut cukup untuk menjamin bahwa kualitas pengawasan  perbankan  kita telah baik? Penegakan regulasi dan kualitas pengawasan perbankan di Indonesia dinilai masih sangat lemah, meskipun kerangka kerja regulasinya telah memuaskan. Dan indeks lingkungan regulasi yang sangat tinggi menunjukkan lemahnya lingkungan. Beberapa faktor yang menyebabkan kelemahan kualitas dari penegak dan pengawas regulasi perbankan, angtara lain meliputi keterbatasan kapasitas institusional bank sentral, lemahnya penegakan hukum, tidak adanya independensi bank sentral dan praktek korupsi dan kolusi di bank sentral. Berbagai kelemahan diatas menjadi semakin lengkap karena disaat yang sama sistem perbankan di Indonesia juga tidak memiliki jaringan pengaman untuk mengantisipasi bila krisis perbankan terjadi. Jaringan pengaman yang dimaksud adalah adannya lembaga khusus yang memberikan asuransi atas simpanan ( deposit ) masyarakat. Maka adalah hal tidak aneh jika ketika krisis perbankan terjadi pada tahun 1997 akhirnya menimbulkan kepanikan masyarakat yang berujung pada penarikan secara besar-besaran atas simpanan mereka diberbagai bank. Masyarakat khawatir, hal yang sama yaitu kebijakan likuidasi perbankan akan menimpa pula bank tempat mereka menyimpan uangnya saat itu.
Faktor-faktor diatas dapat menjadi penyebabkan kenapa sistem pengawasan Bank Indonesia dirasa masih belum maksimal dalam pelaksanaannya. Dari hal tersebut diharapkan Bank Indonesia dapat memperbaiki kekurangan yang ada agar perannya sangat penting dapat memberikan kestabilan bahkan kemajuan perekonomian Indonesia agar tidak terjadi dampak sistemik yang berakibat fatal.



No comments:

Post a Comment