Perbankan
dan dunia usaha merupakan dua sisi yang diharapkan paling punya peran dalam
stimulus pemulihan ekonomi. Namun bagi pebisnis dan masyarakat pada umumnya, tak ada
lagi yang tersisa dari kepastian hukum di negara ini. Bahkan, sistem
perbankan nasional pun bukan lagi tempat yang aman untuk menyimpan dana,
karena sarat dengan kejahatan kerah putih (white collar crime). Melihat
peran Bank Sentral yang sangat penting dan strategis dalam upaya
menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Dengan kata lain bank
sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat,
dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu-lintas
pembayaran, serta dapat mendukung efektifitas kebijakan moneter. Hal tersebut yang mendukung wewenang Bank
Indonesia untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara,
merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan. Ternyata belum
dapat maksimal melaksanakan fungsinya dalam hal pengawasan perbankan nasional.
Laporan pengawasan langsung dan tidak langsung yang
dilakukan Bank Indonesia terhadap bank
nasional belum dapat memenuhi tujuan dari adanya pemeriksaan berkala tersebut terbukti dari sistem pengawasan yang ada,
sistem tersebut dapat dikatakan sudah
ketat, namun bank nasional masih mengalami permasalah-permasalah yang
berdampak sistemik. Berkaca terhadap kasus pembobolan rekening nasabah oleh Senior
Relationship Manager Citibank, Inong Melinda Dee dan skandal Century menggambarkan
betapa Bank Indonesia (BI) tidak berdaya mencegah white collar crime di
tubuh perbankan nasional. Ketidakberdayaan BI itu memunculkan kecurigaan lain,
yakni kemungkinan terlibatnya oknum BI dalam rangkaian kejahatan itu,
sebagaimana temuan Pansus Hak Angket DPR dalam skandal Bank Century.
Bank
Indonesia sebagai intuisi pengawasan perbankan, terbukti belum efektif dalam menjalankan
tugasnya. Bank Indonesia memang memiliki keterbatasan. Tidak hanya keterbatasan
teknis tetapi juga terkait dengan konflik kepentingan. Bank Indonesia juga
dihadapkan dua fungsi yang sama-sama sangat penting. Selain sebagai pengawasa
perbankan, bank Indonesia juga sebagai kendali moneter. Dengan kondisi ini ,
sementara infrastruktur yang kurang memadai, maka bank Indonesia harus memilih
prioritas dalam menjalankan fungsinya dihadapkan dua kondisi dimana harus
memilih, apakah harus menjalan fungsinya apakah harus mendahulukan aspek
pengawasan atau pengendalian moneter. Hal tersebut membuat ketidakindependenan
BI, hal tersebut didasari kenyataan dalam praktek keseharian, seringkali
terdapat ketidakserasian-bahkan kerancuan antara mengawasi bank di stu pihak
dengan upaya penyelamatan bank dipihak lain. Kondisi inin nampakanya juga
dialami BI, dimana banyak opini yang pada intinya meragukan obyektifitas,
independensi dan efektifitas pengawasan Bank Indonesia, terlebih lagi BI juga
dibebani sebagai pengendai moneter yang tentunya memerlukan perhatian lebih mengingat persoalan moneter
yang komplek.
Mengacu
pada undang-undang perbankan Bank Indonesia , sebenarnya prosedur pengawasan
perbankan tidak ada indikasi menolak
bahwa sistem pengawasan perbankan kita dapat ditembus, hanya saja memang akan
selalu timbul pertanyaan : apakah hal tersebut cukup untuk menjamin bahwa
kualitas pengawasan perbankan kita telah baik? Penegakan regulasi dan
kualitas pengawasan perbankan di Indonesia dinilai masih sangat lemah, meskipun
kerangka kerja regulasinya telah memuaskan. Dan indeks lingkungan regulasi yang
sangat tinggi menunjukkan lemahnya lingkungan. Beberapa faktor yang menyebabkan
kelemahan kualitas dari penegak dan pengawas regulasi perbankan, angtara lain
meliputi keterbatasan kapasitas institusional bank sentral, lemahnya penegakan
hukum, tidak adanya independensi bank sentral dan praktek korupsi dan kolusi di
bank sentral. Berbagai kelemahan diatas menjadi semakin lengkap karena disaat
yang sama sistem perbankan di Indonesia juga tidak memiliki jaringan pengaman
untuk mengantisipasi bila krisis perbankan terjadi. Jaringan pengaman yang
dimaksud adalah adannya lembaga khusus yang memberikan asuransi atas simpanan (
deposit ) masyarakat. Maka adalah hal tidak aneh jika ketika krisis perbankan
terjadi pada tahun 1997 akhirnya menimbulkan kepanikan masyarakat yang berujung
pada penarikan secara besar-besaran atas simpanan mereka diberbagai bank.
Masyarakat khawatir, hal yang sama yaitu kebijakan likuidasi perbankan akan
menimpa pula bank tempat mereka menyimpan uangnya saat itu.
Faktor-faktor
diatas dapat menjadi penyebabkan kenapa sistem pengawasan Bank Indonesia dirasa
masih belum maksimal dalam pelaksanaannya. Dari hal tersebut diharapkan Bank
Indonesia dapat memperbaiki kekurangan yang ada agar perannya sangat penting
dapat memberikan kestabilan bahkan kemajuan perekonomian Indonesia agar tidak
terjadi dampak sistemik yang berakibat fatal.
No comments:
Post a Comment