Sunday 15 November 2015

GOLONGAN DARAH O

Yang punya golongan darah O siapa nih?
 
Golongan darah setiap orang mempunyai keunikkannya masing-masing, contohnya golongan darah B yang to the point(bicara apa adanya tanpa bertele-tele), A yang emosian, dan AB yang adem ayem. Tetapi dari semua tipe golongan darah, pemilik golongan darah O adalah yang paling sedikit. Lalu seperti apakah si O ini? Berikut ini adalah sifat-sifat khas si O yang terkenal sangat dermawan dan baik. Kalau kamu punya teman bergolongan darah O, kamu harus menjaga hubungan kalian baik-baik supaya dia tidak pergi dari sisimu!


Orang yang bergolongan darah O itu:
1. Sangat menghargai yang namanya relationship,oleh karena itu, mereka pasti sangat menghargai yang namanya persahabatan dan mereka rela berkorban demi itu.

2. Tidak biasa untuk memulai sebuah hubungan yang akrab dengan orang lain.

3. Jika sudah memutuskan untuk melakukan sesuatu, pasti akan dikerjakan sampai akhir.

4. Rela melepaskan orang yang disukai dan hanya menatap kepergiannya dengan bersedih hati tetapi sampai kapanpun tidak akan pernah diungkapkan.

5. Ketika ada sesuatu yang tidak dia senangi, dia akan menutupinya dan berlagak kuat dan mandiri.

6. Kelihatan kuat dari luar dan sering mengeluarkan perkataan yang tajam, tetapi sebenarnya dia sangat mudah tersakiti hatinya.

7. Sangat tulus dan ikhlas, dia akan mengingatmu seumur hidupnya jika kamu sangat berkesan baginya.

8. Sangat mudah terharu.

9. Sangat sensitif dan ceroboh tetapi tidak perhitungan. Dia senang membantu orang lain, tetapi seringkali dia berlagak tidak tahu apa-apa.


10. Menjunjung tinggi yang namanya keadilan, dia kan berusaha meluruskan segala masalah yang menurutnya tidak sepantasnya ada. Dia juga tidak menyukai yang namanya kebohongan dan penipuan.

11. Tidak akan pernah memberikan kepercayaan kepada orang yang tidak bisa diandalkan ataupun pemalas, karena si O ini orang yang berkomitmen.

12. Berambisius, walaupun sudah salah, dia tidak akan pernah menyerah.

13. Walaupun sering khawatir akan kegagalan, tetapi dia selalu berusaha kelihatan kuat dari luar penampilannya.

14. Tidak akan pernah menyimpan dendam dan cepat sekali lupa dengan kesalahan orang lain.

15. Akan mengingat setiap kebaikan orang lain.

Apakah kamu bergolongan darah O? Atau orang terdekatmu yang bergolongan darah O? Kalau iya, jagalah dia baik-baik!

Lelaki yang gelisah (kisah yang menyentuh)

Morning story...
Lelaki yang gelisah (kisah yang menyentuh)
Dear All, 
Rasanya ini baik untuk direnungkan setiap kita yang merasa "berkecukupan" dan selalu "dimanja" oleh Tuhan.
-------------------------------------------------------------------------------- Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya.Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.
Dada saya berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anak saya?
Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Saya berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini, saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu tidak masuk.
Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk.
Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang telepon. Saya punya pikiran lain. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah?
Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu sesekali masih melihat ke rumah. Apa maksudnya? Ah, bukankah banyak pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya.
Terlintas di pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa ada yang memukul.
Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kaki saya tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki saya masih lemas.
* * *
Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan penyeberangan, entah seminggu atau dua minggu yang lalu. Saya pulang membeli bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue, telah raib.
Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu. Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang.
Lama saya melihat dompet itu dan melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Bukankah itu ajaib, seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah dongengan?
Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu. Isinya seperti ini: "Ibu yang baik, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya. Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah nunggak, membeli alat-alat sekolah dan memberi ongkos. Karena kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu.
Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu untuk beli beras.
Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang lebih keras. Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya bekerja. Tidak saja jualan koran, saya juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang (sambil hiburan) saya ngamen. Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung dan saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi kupon gelap. Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya tepat. Selama ini belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak yang taat beribadah itu tidak akan mau menerima uang dari hasil judi, saya yakin itu.
Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang sambil marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai Bapak terjatuh-jatuh. Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya sakit hati. Saya bingung. Mesti bagaimana saya?
Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi buntutnya, sakit hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu sakit hati oleh siapa. Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya tidak sanggup. Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak perduli. Hampir saya memukulnya lagi.
Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya dendam yang besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa. Emak tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain bisa dengan mobil mewah melenggang begitu saja di depan saya, sesekali bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu, di warung jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali makan.
Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak cukup, saya merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari saya mengikuti bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi pencopet.
Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang 300 ribu lebih.
Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter. Tapi Ibu, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana saya dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabungan saya, atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu saya selesai bercerita.
Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis. Ibu, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300 ribu lebih sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa saya jadi pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak perduli kepada saya. Tapi saya tidak bisa melakukannya. Saya harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf."
Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca. Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.
Lelah mencari, di bawah pohon rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Kang Yayan membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja.
Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap saya akhir-akhir ini. Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya.
Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tangan saya sendiri. Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan.
Di stopan terakhir yang kami kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir dimata saya.
Yuni menghampiri saya dan bilang, "Mama, saya bangga jadi anak Mama." Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak lainnya. 

DOKTER ITU...

DOKTER ITU...
Seorang dokter berlari terburu-buru memasuki rumah sakit karena ada panggilan operasi darurat.
Dia menjawab panggilan itu secepatnya, mengganti dgn baju operasi dan langsung menuju ruang operasi.
Dia bertemu dgn ayah sang anak yg mondar mandir sepanjang lorong menunggu dokter datang.
Ketika melihat dokter itu, si ayah berteriak:
"kenapa lama sekali datangnya? Apa anda tdk tau kalau nyawa anak saya dlm bahaya? Apa anda tdk punya rasa tanggungjawab?"
Dokter itu tersenyum dan menjawab:
"Maafkan saya, tadi saya tidak di rumah sakit dan saya datang secepatnya setelah menerima panggilan, dan sekarang saya mohon bapak tenang dulu jadi saya bisa melakukan tugas saya"
"Tenang? Bagaimana jika anak anda yg di dalam sana saat ini, apa anda bisa tenang?
Jika anak anda meninggal sekarang, apa yg akan anda lakukan?" Jawab si ayah sambil menahan amarah.
Dokter itu tersenyum kembali dan menjawab:
"Dokter tidak bisa memanjangkan umur manusia. Kami akan mengusahakan yg terbaik dan tetap berharap bantuan Tuhan"
"Ngomong memang gampang kalau tidak perduli" gumam si ayah.
Operasi berlangsung beberapa jam dan dokter itu keluar dgn gembira,
"Syukur pada Tuhan, anak anda selamat"
Tanpa menunggu jawaban dari sang ayah, dia terus saja berjalan " kalau ada yg mau ditanyakan, tanyalah pada suster"
"kenapa dia sombong sekali?" Bahkan dia tidak bisa menunggu sebentar jadi saya bisa menanyakan ttg keadaan anak saya" komentar si ayah pada seorang suster
Suster itu menjawab sambil menangis, tetes air mata membasahi wajahnya:
"Anaknya meninggal kemarin karena kecelakaan, beliau sedang di pemakaman ketika kami memanggilnya utk mengoperasi anak bapak. Dan sekarang setelah menyelamatkan anak bapak, beliau harus buru buru kembali ke pemakaman anaknya".

PEDAGANG KUE

Malam itu saya makan di sebuah kafe di kota bandung,
dan di samping kafe itu ada seorang bapak yang juga sibuk menawarkan dagangannya kepada orang2 yang makan disitu.
Sambil menawarkan, si bapak juga terus mengulang hafalan ayat2 al qur'annya, namun semua mengacuhkan tawaran si bapak.
kemudian telpon bapak itu berdering,
dia lalu mengangkat hape jadulnya,
saya melihat ekspresinya,
seolah2 mengatakan "bapak belum bisa pulang, dagangan belum laku"
Ada desahan nafas tertahan...
Setelah makan, kuhampiri bapak itu dan menyerahkan beberapa lembar uang dan mengatakan "pak, ntar kuenya di bagi bagiin aja yah ke yg jaga parkiran" matanya berbinar bahagia, dan beliau tersenyum, tidak bisa berkata apa2 hanya bisa mengangguk.
Hari itu saya mendapat pelajaran berharga...
Terkadang kita sering lupa...
Bahwa seorang ayah akan rela mengorbankan apa saja untuk mencukupi kebutuhan keluarga...

SAAT SAAT TERAKHIR

SAAT SAAT TERAKHIR
Sebuah kesadaran seorang Steve Jobs di saat2 akhir HIDUPnya
Dlm dunia bisnis, aku adalah simbol dari kesuksesan, seakan2 harta dan diriku tidak terpisahkan, karena selain kerja, hobbyku tak banyak.
Saat ini aku berbaring di rumah sakit, merenung jalan kehidupanku, kekayaan, nama, kedudukan semuanya itu tidak ada artinya lagi.
Malam yg hening, cahaya & suara mesin di sekitar ranjangku, bagaikan nafasnya maut kematian yg mendekat pada diriku.
Sekarang aku mengerti, seseorang asal memiliki harta secukupnya buat diri gunakan itu udah cukup. Mengejar kekayaan tanpa batas bagaikan monster yg mengerikan.
Tuhan memberi kita organ2 perasa, agar kita bisa merasakan cinta kasih yg terpendam dalam hati kita yg paling dalam. Tapi bukan kegembiraan yg datang dari kehidupan yg mewah --- itu hanya ilusi saja.
Harta kekayaan yg aku peroleh saat aku hidup, tak mungkin bisa aku bawa pergi. Yg aku bisa bawa adalah kasih yg murni yg selama ini terpendam dalam hatiku. Hanya cinta kasih itulah yg bisa memberiku kekuatan dan terang.
Ranjang apa yg termahal di dunia ini? Ranjang orang sakit. Orang lain bisa bukakan mobil untukmu, orang lain bisa kerja untukmu, tapi tidak ada orang bisa menggantikan sakitmu. Barang hilang bisa didpt kembali, tapi nyawa hilang tak bisa kembali lagi.
Saat kamu masuk ke ruang operasi, kamu baru sadar bahwa kesehatan itu betapa berharganya.
Kita berjalan di jalan kehidupan ini. Dgn jalannya waktu, suatu saat
akan sampai tujuan. Bagaikan panggung pentaspun, tirai panggung akan tertutup, pentas telah berakhir.
Yg patut kita hargai dan sayangkan adalah hubungan kasih antar keluarga, cinta akan suami - istri dan juga kasih persahabatan antar teman.
HARGAI SETIAP DETIK DLM KEHIDUPAN KITA , ISI HIDUP KITA DGN PERKARA PERKARA YG TDK BISA DIBELI DGN UANG . 🙏

Calon Office Boy

: Calon Office Boy ::
Alkisah ada seorang laki-laki pengangguran yang melamar pekerjaan dengan posisi sebagai 'office boy' di Microsoft. Manajer SDM pun mewawancarainya,
"Silahkan isi alamat e-mail Anda dan saya akan mengirimkan aplikasi untuk diisi, juga tanggal ketika Anda dapat mulai bekerja." Kata sang Manajer.
"Tapi saya tidak punya komputer, bahkan email.’ "Maafkan aku," pria itu menjawab,
jika Anda tidak memiliki email, itu berarti Anda tidak memenuhi persyaratan untuk bisa diterima di perusahaan ini," kata manajer.
Orang itu sangat sedih sekali, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan, dengan hanya memiliki uang $ 10 di saku. Lalu kemudian ia memutuskan untuk pergi ke pasar dan membeli 10 kg tomat. Dia kemudian menjual kembali tomat itu dengan berkeliling dari rumah ke rumah. Dalam waktu kurang dari dua jam, dia ternyata berhasil melipatgandakan modalnya.
Keesokan harinya ia mengulangi penjualannya dengan berkeliling dan pulang dengan uang $ 60. Lelaki itu menyadari bahwa ia bisa bertahan hidup dengan berjualan tomat dan dia mulai untuk pergi berjualan tomat setiap hari dan sering pulang larut malam mendagangkan jualannya. Hari demi hari uang keuntungan yang didapat dua kali lipat atau tiga kali lipat dalam penjualannya sehari-hari. Tak lama, ia bisa membeli mobil, lalu truk dan kemudian ia mempunyai armada kendaraan pengiriman sendiri.
5 tahun kemudian, orang itu menjadi salah satu pengusaha food retailer terbesar di Amerika Serikat. Ia mulai merencanakan masa depan keluarganya dan memutuskan untuk memiliki asuransi jiwa. Dia memanggil broker asuransi dan memilih rencana perlindungan. Ketika percakapan terjadi, "broker bertanya tentang email yang akan dipakai untuk keperluan asuransi.
Pria itu menjawab, "Aku tidak punya email."
Broker itu pun menjawab lagi dengan penuh rasa keingintahuan.
“Anda tidak memiliki email, namun telah berhasil membangun sebuah imperium perusahaan bisnis. Dapatkah Anda membayangkan apa yang bisa terjadi jika Anda memiliki email.!? "
Pria itu berpikir sejenak dan menjawab, "Ya, aku akan menjadi seorang `Office Boy` di Microsoft.!!"
Renungan:
"Jangan pernah berhenti berusaha dan jangan menyerah karena gagal"
Ketika satu pintu tertutup, pintu yg lain di bukakan.
Namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup terlalu lama sehingga tidak melihat pintu lain yang telah terbuka. (Sumber: http://achmadtito.blogspot.com/)

TIADA CINTA SELAIN ALLAH

TIADA CINTA SELAIN ALLAH
Semua orang pernah merasakan cinta, merasa tak bisa hidup bahagia tanpa orang yang dicinta. Merasa gelisah, cemburu bahkan takut kehilangan.
Dan perasaan seperti itu tidak akan bisa terusir dari hati kecuali jika memiliki dua hal.
1. Rasa cinta kepada Allah yang menggetarkan hati.
Jika Allah menjadi satu-satunya penghuni hati, maka rasa gelisah, cemburu dan takut kehilangan, (semua perasaan itu) menjadi kecil dan terusir dari dalam hati.
Tiada derita, tiada airmata, karena pada hakikatnya cinta adalah perasaan yang mendamaikan jiwa.
2. Rasa rindu kepada Allah yang dahsyat hingga hati merana.
Perasaan merana karena rindu kepada Allah adalah benih kebahagiaan abadi, dan obat ketakutan akan perasaan merana karena rindu kepada selain-Nya.
Karena kebanyakan hati miskin cinta dan rindu kepada Allah, maka dijajah oleh cinta dan rindu kepada yang lain.
Mencintai makhluk sangat berpeluang menemui kehilangan. Kebersamaan dengan makhluk juga berpeluang mengalami perpisahan. Hanya cinta kepada Allah yang tidak.
Jika mencintai Allah, bermesraan dengan Allah, dan hidup bersama Allah, maka tiada ketakutan akan merasa kehilangan, bahkan tiada perpisahan.
Allah senantiasa hadir, Allah akan setia menyertai, Allah tidak akan meninggalkan. Kecuali diri sendiri yang memisahkan.
Sungguh, cinta yang paling membahagiakan dan menyembuhkan adalah cinta kepada Allah dan cinta karena Allah.
Bagimu pilihan cinta. : )

Kisah Menyentuh Banget: ‘Telat Nikah’

Aku sudah lulus dari kuliah dan sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus. Lamaran kepada diriku untuk menikah juga mulai berdatangan, akan tetapi aku tidak mendapatkan seorangpun yang bisa membuatku tertarik.

Kemudian kesibukan kerja dan karir memalingkan aku dari segala hal yang lain. Hingga aku sampai berumur 34 tahun.

Ketika itulah aku baru menyadari bagaimana susahnya terlambat menikah. Pada suatu hari datang seorang pemuda meminangku. Usianya lebih tua dariku 2 tahun. Dia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Tapi aku ikhlas menerima dirinya apa adanya.

Kami mulai menghitung rencana pernikahan. Dia meminta kepadaku photo copy KTP untuk pengurusan surat-surat pernikahan. Aku segera menyerahkan itu kepadanya.

Setelah berlalu dua hari ibunya menghubungiku melalui telepon. Beliau memintaku untuk bertemu secepat mungkin.

Aku segera menemuinya. Tiba-tiba ia mengeluarkan photo copyan KTPku. Dia bertanya kepadaku apakah tanggal lahirku yang ada di KTP itu benar?

Aku menjawab: Benar.
Lalu ia berkata: Jadi umurmu sudah mendekati usia 40 tahun?!
Aku menjawab: Usiaku sekarang tepatnya 34 tahun.
Ibunya berkata lagi: Iya, sama saja.
Usiamu sudah lewat 30 tahun.
Itu artinya kesempatanmu untuk memiliki anak sudah semakin tipis.
Sementara aku ingin sekali menimang cucu.

Dia tidak mau diam sampai ia mengakhiri proses pinangan antara diriku dengan anaknya.

Masa-masa sulit itu berlalu sampai 6 bulan. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi melaksanakan ibadah umrah bersama ayahku, supaya aku bisa menyiram kesedihan dan kekecewaanku di Baitullah.

Akupun pergi ke Mekah. Aku duduk menangis, berlutut di depan Ka’bah. Aku memohon kepada Allah supaya diberi jalan terbaik.

Setelah selesai shalat, aku melihat seorang perempuan membaca al Qur’an dengan suara yang sangat merdu.
Aku mendengarnya lagi mengulang-ulang ayat:

(وكان فضل الله عليك عظيما)
“Dan karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar”. (An Nisa': 113)

Air mataku menetes dengan derasnya mendengar lantunan ayat itu.

Tiba-tiba perempuan itu merangkulku ke pangkuannya.
Dan ia mulai mengulang-ulang firman Allah:

(ولسوف يعطيك ربك فترضي)
“Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas”. (Adh Dhuha: 5)

Demi Allah, seolah-olah aku baru kali itu mendengar ayat itu seumur hidupku. Pengaruhnya luar biasa, jiwaku menjadi tenang.

Setelah seluruh ritual umrah selesai, aku kembali ke Cairo. Di pesawat aku duduk di sebelah kiri ayahku, sementara disebelah kanan beliau duduk seorang pemuda.

Sesampainya pesawat di bandara, akupun turun. Di ruang tunggu aku bertemu suami salah seorang temanku. Kami bertanya kepadanya, dalam rangka apa ia datang ke bandara?

Dia menjawab bahwa ia lagi menunggu kedatangan temannya yang kembali dengan pesawat yang sama dengan yang aku tumpangi. Hanya beberapa saat, tiba-tiba temannya itu datang. Ternyata ia adalah pemuda yang duduk di kursi sebelah kanan ayahku tadi.

Selanjutnya aku berlalu dengan ayahku…..

Baru saja aku sampai di rumah dan ganti pakaian, lagi asik-asik istirahat, temanku yang suaminya tadi aku temui di bandara menelphonku. Langsung saja ia mengatakan bahwa teman suaminya yang tadi satu pesawat denganku sangat tertarik kepada diriku. Dia ingin bertemu denganku di rumah temanku tersebut malam itu juga. Alasannya, kebaikan itu perlu disegerakan.

Jantungku berdenyut sangat kencang akibat kejutan yang tidak pernah aku bayangkan ini.

Lalu aku meminta pertimbangan ayahku terhadap tawaran suami temanku itu. Beliau menyemangatiku untuk mendatanginya. Boleh jadi dengan cara itu Allah memberiku jalan keluar.

Akhirnya…..aku pun datang berkunjung ke rumah temanku itu. Hanya beberapa hari setelah itu pemuda tadi sudah datang melamarku secara resmi.

Dan hanya satu bulan setengah setelah pertemuan itu kami betul-betul sudah menjadi pasangan suami-istri.
Jantungku betul-betul mendenyutkan harapan kebahagiaan.

Kehidupanku berkeluarga dimulai dengan keoptimisan dan kebahagiaan. Aku mendapatkan seorang suami yang betul-betul sesuai dengan harapanku. Dia seorang yang sangat baik, penuh cinta, lembut, dermawan, punya akhlak yang subhanallah, ditambah lagi keluarganya yang sangat baik dan terhormat.

Namun sudah beberapa bulan berlalu belum juga ada tanda-tanda kehamilan pada diriku. Perasaanku mulai diliputi kecemasan. Apalagi usiaku waktu itu sudah memasuki 36 tahun.

Aku minta kepada suamiku untuk membawaku memeriksakan diri kepada dokter ahli kandungan. Aku khawatir kalau-kalau aku tidak bisa hamil.

Kami pergi untuk periksa ke seorang dokter yang sudah terkenal dan berpengalaman. Dia minta kepadaku untuk cek darah.

Ketika kami menerima hasil cek darah, ia berkata bahwa tidak ada perlunya aku melanjutkan pemeriksaan berikutnya, karena hasilnya sudah jelas. Langsung saja ia mengucapkan “Selamat, anda hamil!”

Hari-hari kehamilanku pun berlalu dengan selamat, sekalipun aku mengalami kesusahan yang lebih dari orang biasanya. Barangkali karena aku hamil di usia yang sudah agak berumur.

Sepanjang kehamilanku, aku tidak punya keinginan mengetahui jenis kelamin anak yang aku kandung. Karena apapun yang dikaruniakan Allah kepadaku semua adalah nikmat dan karunia-Nya.

Setiap kali aku mengadukan bahwa rasanya kandunganku ini terlalu besar, dokter itu menjawab:
Itu karena kamu hamil di usia sudah sampai 36 tahun.

Selanjutnya datanglah hari-hari yang ditunggu, hari saatnya melahirkan. Proses persalinan secara caesar berjalan dengan lancar. Setelah aku sadar, dokter masuk ke kamarku dengan senyuman mengambang di wajahnya sambil bertanya tentang jenis kelamin anak yang aku harapkan. Aku menjawab bahwa aku hanya mendambakan karunia Allah. Tidak penting bagiku jenis kelaminnya. Laki-laki atau perempuan akan aku sambut dengan beribu syukur.

Aku dikagetkan dengan pernyataannya:

“Jadi bagaimana pendapatmu kalau kamu memperoleh Hasan, Husen dan Fatimah sekaligus?

Aku tidak paham apa gerangan yang ia bicarakan. Dengan penuh penasaran aku bertanya apa yang ia maksudkan?

Lalu ia menjawab sambil menenangkan ku supaya jangan kaget dan histeris bahwa Allah telah mengaruniaku 3 orang anak sekaligus. 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.

Seolah-olah Allah berkeinginan memberiku 3 orang anak sekaligus untuk mengejar ketinggalanku dan ketuaan umurku.

Sebenarnya dokter itu tahu kalau aku mengandung anak kembar 3, tapi ia tidak ingin menyampaikan hal itu kepadaku supaya aku tidak merasa cemas menjalani masa-masa kehamilanku.

Lantas aku menangis sambil mengulang-ulang ayat Allah:

(ولسوف يعطيك ربك فترضى)
“Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas”. (Adh Dhuha: 5)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

(وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا )
“Dan bersabarlah menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami…” (Ath Thur: 48)

Bacalah ayat ini penuh tadabbur dan penghayatan, terus berdoalah dengan hati penuh yakin bahwa Allah tidak pernah dan tidak akan pernah menelantarkanmu. Bila artikel ini ada manfaatnya silahkan di-share. [Dikutip dari: Cirebon Tanpa Pacaran]

Sumber: Sebarkanlah.com

Memahami Tawassul dan Hukumnya

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَصَلَّى اللّٰهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَآلِهِ الطَّاهِرِيْنَ وَصَحَابَتِهِ أَجْمَعِيْنَ
Kita sering mendengar seorang muslim berdoa dengan mengucapkan beberapa kalimat berikut, “Ya Allah, berkat waliMu Fulan, berilah aku….” atau ” Ya Allah, dengan kebesaran Fulan, jadikanlah aku….”, atau “Ya Allah, berkat puasaku, mudahkanlah…” atau “Ya Allah, berkat shalawat yang kami baca, anugerahilah aku…”, atau “Ya Allah, berkat waliMu yang dimakamkan di kuburan ini, selamatkanlah aku…”, dan lain sebagainya.
Semua yang tertera di atas merupakan contoh Tawassul. Yang menjadi pertanyaan bagaimana sebenarnya hukum tawassul itu sendiri?
Tawassul artinya menjadikan sesuatu sebagai perantara dalam usahanya untuk memperoleh kedudukan yang tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala atau untuk mewujudkan keinginan dan cita-citanya. Sedangkan wasilah adalah sesuatu yang dijadikan sebagai perantara dalam bertawassul. Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰـهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ﴿سورة المائدة:٣٥﴾
“Hai orang-orang yang berimana, patuhlah kepada Allah, dan carilah wasilah kepadaNya, dan berjuanglah di jalan Allah, supaya kamu jadi beruntung” (Quran Surat Al-Maidah: 35).
Sesuatu dapat dijadikan sebagai wasilah (perantara) jika ia dicintai dan diridhai Allah Ta’ala.
Berdoa dengan bertawassul artinya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menyebutkan sesuatu yagn dicintai dan diridhai Allah. Contohnya, jika seseoarang ingin mendapatkan ampunan Allah, kemudian dia berdoa demikian, “Ya Allah, berkat namaMu Ar-Rahman dan Al-Ghaffur, ampunilah segala kesalahanku” atau “Ya Allah, berkat kebesaran nabiMu Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, mudahkanlah segala urusanku yang Engkau ridhai”.
Seseorang yang bertawassul berarti mengaku bahwa dirinya penuh kekurangan. Dengan segala kekurangannya tersebut, dia sadar bahwa doanya sulit dikabulkan. Oleh karena itu, ia pun meminta syafa’at kepada sesuatu atau seseorang yang -menurut prasangka baiknya- dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah hakikat tawassul.
Secara garis besar, doa tawassul dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu tawassul dengan amal shaleh sendiri dan tawassul dengan amal shaleh orang lain. Para ulama sepakat bahwa tawassul dengan amal shaleh sendiri seperti shalat, puasa, membaca Al-Quran, sedekah, dan lain sebagainya adalah bagian dari ajaran Islam. Dalilnya adalah cerita tentang tiga orang yang terjebak dalam sebuah gua dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidina Abdullah bin Umar radhiyallohu ‘anhu (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Kalau bertawassul dengan amal shaleh sendiri diperbolehkan, lalu bagaimana dengan tawassul yang bukan dengan amal kita sendiri melainkan dengan orang lain atau nama seseorang seperti perkataan, “Ya Allah, berkat Nabi Muhammad…” atau “Ya Allah, berkat Imam Syafi’i…”  atau “Ya Allah, berkat para Rasul dan waliMu…”, dan lain-lain, bagaimanakah hukumnya?
Bagi orang-orang yang tidak memahami alasan mengapa seseorang bertawassul dengan orang lain akan menuduhnya telah berbuat syirik. Tuduhan ini tidak hanya salah tetapi sangat berbahaya. Saudaraku, perlu kita ketahui bahwa seseorang yang bertawassul dengan orang lain sebenarnya ia sedang bertawassul dengan amal shalehnya sendiri. Bagaimana bisa?
Ketika seseorang bertawassul dengan orang lain, pada saat itu ia berprasangka baik kepadanya dan meyakini bahwa orang tersebut adalah seorang yang shaleh yang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia menjadikan orang tersebut sebagai wasilah (perantara) karena ia mencintainya. Dengan demikian sebenarnya ia sedang bertawassul dengan cintanya kepada orang tersebut. Ketika seseorang mengucapkan, “Ya Allah, demi kebesaran RasulMu Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam…” berarti ia sedang bertawassul dengan cintanya kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Atau ada orang yang berkata, “Ya Allah, berkat Imam Syafi’i…” berarti ia sedang bertawassul dengan cintanya kepada Imam Syafi’i rahimahullah. Kita semua tahu bahwa cinta kepada Allah, cinta kepada RasulNya, dan cinta kepada orang-orang yang shaleh merupakan amal yang sangat mulia.
Ingatkah anda akan cerita seorang Badui yang datang menemui Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam menanyakan perihal kiamat? Dalam Shahih Bukhari diceritakan bahwa seorang Badui datang menemui Rasulullah dan berkata, “Ya Rasulullah, kapan kiamat tiba?”.
“Apa yang kamu pesiapkan untuk menghadapinya?”, tanya Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam.
“Aku tidak mempersiapkan apa-apa, hanya saja aku mencintai Allah dan RasulNya”, jawab Badui tersebut.
Rasulullah lantas bersabda, “Sesungguhnya engkau akan bersama dengan yang engkau cintai”. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).
Dengan demikian, setiap orang yang bertawassul dengan orang lain berarti ia sedang bertawassul dengan amal shalehnya sendiri yaitu cinta. Sehinga tidak ada bedanya jika orang yang ia jadikan sebagai wasilah (perantara) tersebut masih hidup atau telah meninggal dunia. Sebab, kematian tidak dapat membatasi cinta seseorang. Cinta kita kepada para Rasul dan kaum Sholihin tidak hanya ketika mereka masih hidup.
Disamping itu, tawassul dengan orang lain baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, para Sahabat Nabi, dan kaum Sholihin. Di bawah ini akan kami beberapa contoh yang insya Allah bermanfaat.
Tawassul Nabi Muhamamad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dengan Orang-orang yang Berdoa
Abu Said Al-Khudri radhiyallohu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa keluar dari rumahnya dan menuju masjid untuk menunaikan shalat, kemudian membaca doa berikut:
اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ السَّائِلِيْنَ عَلَيْكَ ، وَأَسْأَلُكَ بِحَقِّ مَمْشَايَ هَذَا ، فَإِنِّي لَمْ أَخْرُجْ أَشَرًا وَلاَ بَطَرًا ، وَلاَ رِيَآءً وَلاَ سُمْعَةً ، وَخَرَجْتُ اِتِّقَاءَ سُخْطِكَ ، وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِكَ ، فَأَسْأَلُكَ أَنْ تُعِيْذَنِيْ مِنَ النَّارِ ، وَأَنْ تَغْفِرَ لِيْ ذُنُوبِيْ ، إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu dengan kemuliaan semua orang yang memohon kepadaMu. Dan aku memohon kepadaMu dengan berkat perjalananku ini. Sesungguhnya aku tidak keluar (menuju Masjid) dengan sikap angkuh, sombong, riya’ ataupun sum’ah. Aku keluar (menuju Masjid) demi menghindari murkaMu dan mengharapkan ridhaMu. Oleh karena itu, kumohon Engkau berkenan melindungiku dari siksa Neraka, dan mengampuni semua dosaku. Sesungguhnya, tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.” (Barangsiapa yang membaca doa ini), maka Allah menyambutnya dengan wajahNya dan 70 ribu malaikat memohonkan ampun untuknya (Hadits Riwayat Ibnu Majah dan Ahmad).
Sejumlah ulama besar dalam Ilmu Hadits menyatakan hadits di atas adalah hadits shahih dan hasan, diantaranya adalah Ibnu Khuzaimah, Mundziri, Abul Hasan (guru Mundziri), Al-‘Iraqi, Ibnu Hajar, Syarafuddin Ad-Dimyathi, Abdul Ghani Al-Maqdisi, dan Abi Hatim (Lihat: Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Mafahim Yajibu An-Tushah-hah, cet. X, Darul Auqaf Was Syu’un Al-Islamiyyah, Dubai, 1995, hal. 147).
Dalam hadits di atas disebutkan dengan jelas bahwa Nabi Muhamamd Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bertawassul dengan kemuliaan semua orang yang berdoa memohon kepada Allah, baik mereka yang masih hidup, telah meninggal dunia, maupun yang belum lahir di muka bumi ini.
Tawassul Nabi Adam ‘Alaihis Salam dengan Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam
Dalam sebuah riwayat, Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallohu ‘anhu menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda:
لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمُ الْخَطِيْئَةَ قَالَ: يَا رَبِّ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ لَمَا غَفَرْتَ لِيْ فَقَالَ اللّٰهُ يَا آدَمُ, وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ أخْلَقُهُ؟ قَالَ: يَا رَبِّ لأنَّـكَ لَمَّا خَلَقْتَنِيْ بِيَدِكَ وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوْحِكَ ، رَفَعْتُ رَأْسِيْ فَرَأَيـْتُ عَلَى قَوَائِمَ الْعَرْشِ مَكْتُـوْبًا: لآ إِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ ، فَعَلِمْتُ اَنَّكَ لَمْ تُضِفْ اِلىٰ اِسْمِكَ إِلاَّ أَحَبَّ الْخَلْقِ إِلَيْكَ ، فَقَالَ اللّٰهُ صَدَقْتَ يَا آدَمُ اِنَّهُ لَأَحَبَّ الْخَلْقِ إِلَيَّ اُدْعُنِيْ بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ ، وَلَوْ لاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ
“Ketika Adam berbuat kesalahan, beliau berkata, ‘Duhai Tuhanku, aku memohon kepadaMu dengan kemuliaan Muhamamd agar Engkau mengampuniku’. Allah pun berkata, ‘Hai Adam, bagaimana kau dapat mengenal Muhammad sedangkan ia belum Ku ciptakan?’. Adam menjawab, ‘Duhai Tuhanku, ketika Engkau menciptakanku dengan TanganMu dan Engkau tiupkan kepadaku dari RuhMu, kutengadahkan kepalaku dan kulihat pada tiang-tiang ‘Arsy tercantum tulisan yang berbunyi La Ilaha Illalloh Muhammadun Rasulullah. Aku pun tahu bahwa tidak mungkin Engkau sandarkan sebuah nama dengan namaMu, kecuali ia adalah makhluk yang paling Engkau cintai. Allah berkata,”Kau benar hai Adam, sesungguhnya dia (Nabi Muhammad) adalah makhluk yang paling Kucintai. Berdoalah kepadaKu dengan (bertawassul dengan) kemuliaannya, sesungguhnya aku telah mengampunimu. Dan andaikata bukan karena Muhammad, Aku tidak akan menciptakanmu”. (Hadits Riwayat Hakim)
Beberapa ulama besar dalam Ilmu Hadits menyatakan hadits di atas adalah hadits shahih, diantaranya: Imam Hakim, Al-Hafidz As-Suyuti, Qasthalani, Zarqani, As-Subki, Al-Hafidz Al-Haitsami.
Dalam hadits di atas disebutkan dengan jelas bahwa Nabi Adam ‘Alaihis Salam bertawassul dengan Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bahkan jauh hari sebelum beliau Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tawassul Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dengan Seluruh Nabi
Ketika Ibu Ali bin Abi Thalib radhiyallohu ‘anhu meninggal dunia yang bernama Fatimah binti Assad radhiyallohu ‘anha meninggal dunia, Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam memberikan pakaiannya untuk dijadikan kain kafan. Kemudian beliau memerintahkan Usamah bin Zaid, Abu Ayyub Al-Anshari, Umar bin Khattab dan seorang pemuda berkulit hitam untuk menggali lubang kubur. Mereka pun melaksanakan perintah Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Namun, ketika hendak menggali liang lahat, Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam memerintahkan mereka untuk berhenti. Kemudian dengan kedua tangannya yang mulia, beliau sendiri yang menggali liang lahat dan membuang tanahnya. Setelah selesai, beliau berbaring di dasar kubur dan kemudian berkata:
اَللّٰهُ الَّذِيْ يُحْيِىْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوْتُ اِغْفِرْ لِأُمِّيْ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ وَلَقِّنْهَا حُجَّتَهَا وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْخَلَهَا بِحَقِّ نَبِيِّكَ وَالْأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِيْ فَإِنَّكَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ
“Allah adalah yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan dan Dia Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Ampunilah ibuku Fatimah binti Asad dan bimbinglah ia untuk mengucapkan hujjahnya serat luaskanlah kuburnya, dengan hak (kemuliaan) NabiMu dan para Nabi sebelumku. Karena sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dari semua yang berjiwa kasih”.
Setelah itu Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam menshalatkan jenazahnya dan memakamkannya dibantu oleh Abbas dan Abu Bakar Ash-Shiddiq (Hadits Riwayat Thabrani).
Menurut Al-Hafidz Al-Ghimari, hadits di atas merupakan hadits hasan, sedangkan menurut Ibnu Hibban adalah hadits shahih.
Dalam hadits di atas disebutkan dengan jelas bahwa Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bertawassul dengan diri beliau sendiri dan dengan semua Nabi sebelum beliau, yang semuanya telah meninggal dunia kecuali Nabi Isa ‘Alaihis Salam.
Tawassul Para Sahabat dengan Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam
Dalam Sunan Tirmidzi disebutkan bahwa Utsman bin Hunaif radhiyallohu ‘anhu berkata, “Ada seorang lelaki tuna netra datang menemui Nabi Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dan meminta beliau untuk mendoakannya agar dapat melihat kembali. Pada saat itu Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam memberikan dua pilihan kepadanya, yaitu didoakan sembuh atau bersabar dengan kebuataanya tersebut. Tetapi lelaki itu bersikeras minta didoakan agar dapat melihat kembali. Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam kemudian memerintahkannya untuk berwudhu dengan baik dan membaca doa berikut:
اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ إِنِّيْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلٰى رَبِّيْ فِيْ حَاجَتِيْ هَذِهِ لِتُقْضَى لِيْ اَللّٰهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan berdoa kepadaMu dengan (bertawassul dengan) NabiMu Muhammad, Nabi yang penuh kasih sayang. (Duhai Rasul) Sesungguhnya aku telah bertawajjuh kepada Tuhanku dengan (bertawassul dengan)-mu agar hajatku ini terkabul. Ya Allah, terimalah syafaat beliau untukku” (Hadits Riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud).
Imam Tirmidzi menyatakan hadits ini sebagai hadits hasan shahih. Imam Hakim dan Adz-Dzhabi juga menyatakan hadits ini sebagai hadits shahih.
Saudaraku, dalam hadits di atas Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam mengajarkan cara kita bertawassul dengan beliau. Tawassul seperti ini tidak hanya berlaku ketiak beliau masih hidup, akan tetapi juga dapat dilakukan setelah wafatnya beliau Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Buktinya sejumlah Sahabat Nabi menggunakan tawassul ini sepeninggal Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Bahkan mereka mengajarkannya kepada orang lain. Ketika menyebutkan hadits di atas, Imam Thabrani menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang seringkali mengunjungi Khalifah Utsman bin Affan radhiyallohu ‘anhu untuk menyampaikan kepentingannya. Tetapi Khalifah Utsman bin Affan radhiyallohu ‘anhu tidak sempat memperhatikannya. Ketika bertemu dengan Utsman bin Hunaif, lelaki itu menceritakan permasalahan yang ia hadapi. Utsman bin Hunaif kemudian memerintahkan lelaki itu untuk berwudhu, mengerjakan shalat 2 rakaat di masjid, membaca doa di bawah ini dan kemudian mendatanginya untuk diajak pergi menemui Sayyidina Utsman bin Affan. Inilah doanya:
اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ اَتَوَجَّهُ بِكَ إِلٰى رَبِّكَ رَبِيْ جَلَّ وَعَزَّ فَيَقْضِيْ لِيْ حَاجَتِيْ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan bertawajjuh kepadaMu dengan (bertawassul dengan) Nabi kami Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, Nabi yang penuh kasih. Duhai Muhammad, sesungguhnya dengan bertawassul denganmu, aku bertawajjuh kepada Allah, Tuhanmu dan Tuhanku yang Maha Agung dan Maha Mulia agar Ia mewujudkan hajatku”.
Setelah melaksanakan saran Utsman bin Hunaif, lelaki itu pergi menghadap Khalifah Utsman bin Affan radhiyallohu ‘anhu. Sesampainya di depan pintu, sang penjaga menyambutnya dan membawanya masuk degnan menggandeng tangannya. Sayyidina Utsman radhiyallohu ‘anhu kemudian mendudukannya di permadani tipis di dekatnya dan kemudian bertanya kepadanya, “Apa hajatmu?”. Setelah menyebutkan semua hajatnya, Sayyidina Utsman radhiyallohu ‘anhu pun memenuhi permintaannya. Kemudian beliau radhiyallohu ‘anhu berkata, “Kenapa baru sekarang kau sampaikan hajatmu? Setiap kali kau butuhkan sesuatu, segerelah datang kemari”.
Ketika meninggalkan kediaman Sayyidina Utsman bin Affan radhiyallohu ‘anhu, lekali itu bertemu dengan Utsman bin Hunaif radhiyallohu ‘anhu.
“Semoga Allah membalas kebaikanmu. Sebelum engkau ceritakan perihalku kepadanya, beliau tidak pernah memperhatikan hajatku maupun memandangku”, ujar lelaki itu kepada Utsman bin Hunaif.
“Demi Allah, aku tidak mengatakan apapun kepadanya. Hanya saja aku menyaksikan seorang lelaki tuna netra datang menemui Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam mengeluhkan kebutuhannya…. (sampai akhir cerita seperti yang tersebut di atas).
Saudaraku, cerita di atas membuktikan bahwa para Sahabat Nabi juga bertawassul dengan Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam sepeninggal beliau Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Disamping itu, dalam Tafsir Ibnu Katsir juga diceritakan bahwa ada seorang Badui berziarah ke makam Nabi Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dan berdoa di depan makan Nabi Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dengan bertawassul dengan beliau Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Ini jelas membuktikan bahwa sepeninggal Nabi Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, para Sahabat Nabi  juga bertawassul dengan beliau Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam.
Tawassul Sayyidina Umar bin Khattab dengan Sayyidina Abbas Radhiyallohu ‘Anhuma
Dalam Shahih Bukhari, Anas bin Malik radhiyallohu ‘anhu menceritakan bahwa dahulu jika terjadi paceklik, Umar bin Khattab radhiyallohu ‘anhu meminta hujan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan bertawassul dengan Abbas bin Abdul Muthllib. Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallohu ‘anhu berkata dalam doanya:
اَللّٰهُمَّ اِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَاِنَّا نَتَوَسَّلُ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا
“Ya Allah, sesungguhnya dahulu ketika berdoa kepadamu kami bertawassul dengan NabiMu, Engkau pun menurunkan hujan kepada kami. Dan sekarang kami berdoa kepadaMu dengan bertawassul dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan” (Hadits Riwayat Bukhari).
Tidak lama setelah itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan hujan kepada mereka semua.
Hadits di atas menyebutkan dengan jelas bahwa Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallohu ‘anhu bertawassul dengan Sayyidina Abbas radhiyallohu ‘anhu, paman Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Ada sebagian orang yang menggunakan atsar ini sebagai dalil bahwa tawassul dengan yang telah meninggal dunia tidak boleh, sebab Sayyidina Umar bertawassul dengan Sayyidina Abbas yang masih hidup. Pendapat seperti ini tidak tepat, sebab dalam kenyataannya, Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam sendiri mencontohkan kita untuk bertawassul dengan yang masih hidup maupun dengan mereka yang telah meninggal dunia. Begitu pula para Sahabat lainnya sebagaimana diceritakan tentang seorang tuna netra di masa pemerintahan Sayyidina Utsman bin Affan radhiyallohu ‘anhu. Lalu, apa maksud tawassul Sayyidina Umar dengan Sayyidina Abbas yang masih hidup? Tujuan beliau adalah untuk mengajarkan dan mencontohkan kepada semua Sahabat bahwa tawassul dengan selain Nabi adalah boleh dan dapat dilakukan. Beliau menunjuk Sayyidina Abbas adalah karena kedekatan beliau dengan Nabi Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. Sayyidina Abbas radhiyallohu ‘anhu merupakan paman Nabi Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, ahli bait Rasulullah Shollallohu ‘Alaih wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam.

CIRI-CIRI SAHABAT SEJATI

CIRI-CIRI SAHABAT SEJATI
Rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Maukah aku tunjukkan pada kalian tentang sesuatu yang derajatnya lebih utama daripada sholat, puasa, sedekah?”
Para sahabat: ‘Mau, wahai Rasulullah!’ Beliau saw: “perbaiki pergaulan, karena rusaknya hubungan baik berarti mencukur, aku tidak mengatakan mencukur rambut, tapi mencukur AGAMA” (HR At-Tirmidzi)
“Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
“Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali perlindungan-Ku.” (HR. Muslim)
“Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).
Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Perbanyaklah Sahabat-sahabat mu'minmu, karena mereka memiliki Syafa'at pd hari kiamat”. Imam syafi'i berkata “Jika engkau punya teman - yg selalu membantumu dalam rangka ketaatan kepada Allah- maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskannya. Karna mencari teman baik itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah sekali”
Para ulama menjelaskan tentang sahabat yang baik adalah seperti ini :
Lukman alhakim menasihati anaknya:
1. Wahai anakku setelah kau mendapatkan keimanan pada Allah, maka carilah teman yg baik dan tulus..
2. Perumpamaan teman yg baik seperti “pohon” jika kau duduk di bawahnya dia dpt menaungimu, jika kau mengambil buahnya dpt kau makan.. Jika ia tak bermanfaat utk mu ia juga tak akan membahayakan-mu..
Ulama lain mengatakan :
1. Seorang sahabat adalah orang yang tidak ingin dirimu menderita, akan terus memberimu semangat ketika engkau sedang terpuruk.
2. Tidak ikut mencaci ketika orang lain mencacimu
Menurut Imam al-Ghazali ada dua belas kriteria sahabat :
1. Jika kau berbuat baik kepadanya, maka ia juga akan melindungimu.
2. Jika engkau merapatkan ikatan persahabatan dengannya, maka ia akan membalas balik persahabatanmu itu.
3. Jika engkau memerlukan pertolongan darinya, maka ia akan berupaya membantu sesuai dengan kemampuannya.
4. Jika kau menawarkan berbuat baik kepadanya, maka ia akan menyambut dengan baik.
5. Jika ia memproleh suatu kebaikan atau bantuan darimu, maka ia akan menghargai kebaikan itu.
6. Jika ia melihat sesuatu yang tidak baik dari dirimu, maka akan berupaya menutupinya.
7. Jika engkau meminta sesuatu bantuan darinya, maka ia akan mengusahakannya dengan sungguh-sungguh.
8. Jika engkau berdiam diri (karena malu untuk meminta), maka ia akan menanyakan kesulitan yang kamu hadapi.
9. Jika bencana datang menimpa dirimu, maka ia akan berbuat sesuatu untuk meringankan kesusahanmu itu.
10. Jika engkau berkata benar kepadanya, niscaya ia akan membenarkanmu.
11. Jika engkau merencanakan sesuatu kebaikan, maka dengan senang hati ia akan membantu rencana itu.
12. Jika kamu berdua sedang berbeda pendapat atau berselisih paham, niscaya ia akan lebih senang mengalah untuk menjaga.
semoga kita menemukan sahabat sahabat yang baik, sahabat yang selalu mengajak mengingatkan kita untuk selalu berbuat baik... Aamiin