Friday 18 October 2013

KEARIFAN EMAS




Seorang pemuda mendatangi Zun-Nun dan bertanya, "Guru, saya tak mengerti
mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat
sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat perlu,
bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain."
Sang sufi hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu
berkata, "Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan
satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. 

Bisakah
kamu menjualnya seharga satu keping emas?"
 
Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu. "Satu keping emas?
Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu."
"Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil."
Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain,pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, takseorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satukeping perak. Ia kembali ke padepokan Zun-Nun dan melapor, "Guru, tak seorangpun berani menawar lebih dari satu keping perak."
 
Zun-Nun, sambil tetap tersenyum arif, berkata, "Sekarang pergilah kamu ke toko
emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian."
 
Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zun-Nun
dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor. "Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas.

 Rupanya nilai cincin ini jauh lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar." Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih. "Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya "para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian. Namun tidak bagi "pedagang emas". "Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya.
 
Dan itu butuh proses, wahai sobat mudaku. Kita tak bisa menilainya hanya dengan
tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka
emas
ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas."

No comments:

Post a Comment