Monday 14 September 2015

kata mutiara Abuya As-Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani

Selamanya aku tetap sebagai murid.
Selamanya engkau tetap menjadi murid.
Sampai sekarang aku tetap mencari orang yang mau mengajariku ilmu agama.
Jangan biarkan adat mengaturmu, tetapi kamu harus yang mengaturnya.
Kebanyakan urusanku telah terprogram dan terencana dengan rapi, tetapi aku tidak mau diatur oleh program itu.
Tujuanku berpenampilan bagus dan rapi, tiada lain kecuali untuk menghormati ilmu.
Aku merasa malu kepada Allah, jika tamuku keluar dari rumahku tanpa membawa apa-apa ditangannya, atau tanpa mencicipi suatu hidangan makanan.
Aku marah kepada murid yang tidak menghormati gurunya, meskipun sang guru adalah temannya sendiri.
Aku sangat marah kepada murid yang meremehkan dan tidak memperhatikan pelajarannya.
Aku marah kepada murid yang tidak sopan ketika membaca wirid, lebih-lebih ketika membaca A-Qur’an.
Aku tidak banyak melakukan puasa, shalat, atau membaca Al-Qur’an. Aku berharap semoga Allah menerimaku dengan selamatnya hati.
Aku tidak mempunyai banyak amal ibadah. Semoga Allah menerimaku berkat membantu orang lain.
Aku tidak pernah memberikan sesuatu kepada seseorang, lalu aku merasa bahwa pemberian itu pantas untuknya dan ia pantas menerima pemberianku.
Aku tidak pernah memberikan sesuatu kepada seseorang, lalu aku merasa telah memberinya banyak, tetapi aku merasakan sebaliknya.
Jika bukan aku dan para santri yang memuliakan ilmu, lalu siapa?!.
Aku adalah musuh orang-orang yang meremehkan para santri dan kaum yang lemah.
Aku tidak pernah merasa bosan untuk menyebarkan ilmu, walaupun kepada satu orang.
Aku tidak pernah merasa jemu untuk mengulang-ulangi ilmu dan kitab. Teladanku dalam hal ini adalah Ayahanda (As-Sayyid Alawi Al-Maliki).
Ilmu yang palng utama adalah yang diperoleh dengan cara belajar dan diilhami langsung dari Allah. Dan Alhamdulillah ilmuku diperoleh dari keduanya.
Tasbih tidak pernah lepas dari saku baju atau tasku.
Dalam perjalanan, Aku selalu berusaha untuk membawa kitab, demi mengikuti jejak ayahanda.
Jiwa, nafas, dan hartaku semua kupersembahkan untuk ilmu dan orang-orang yang berilmu.
Aku berharap kelak jika Allah mencabut nyawaku, pada saat itu aku sedang bersama santri-santriku dan kitab-kitabku, dan aku dalam keadaan berpuasa.
Ilmu telah tercampur dengan darah dagingku.
Aku sangat menghormati orang yang datang kepadaku dari jauh demi menuntut ilmu.

No comments:

Post a Comment