Tuesday 2 February 2016

Menjadi Ibu Rumah Tangga Atau Wanita Karir

Zaman sekarang banyak yang baperan, mengungkit-ngungkit masa lalu dan nggak bisa move-on, karena itu biar kekinian saya juga ikut mengungkit masa lalu, ini rangkaian twit yang saya repost 2 tahun lalu, semoga ada manfaatnya smile emotikon
Why Fulltime Mother
Saya masih ingat beberapa tahun lalu sebelum Muslim, Papi sempat menasihati saya perihal "Ibu Rumah Tangga"; "Lix, selama papimu masih bisa mencukupi keluarga, mamimu tugasnya di rumah", tegas papi berpendapat soal IRT
Padahal saat itu isu feminisme sedang santer, wacana wanita karir sedang panas-panasnya, arus genderisme mewabah, tapi Papi tenang aja lalu menyampaikan, bahwa dia ingin yang terbaik bagi anak-anaknya, dan itu berarti perhatian full dari ibu mereka
Hidup kala itu tidak mudah, dan akal lebih mudah seandainya mami bekerja, tapi Papi sudah mengambil pilihan, dan itulah yang ia jalani. Karena semua manusia punya pilihan, apa yang didapat dan apa yang dikorbankan, semua selalu tentang pilihan
Sebelum Muslim pun saya tumbuh dengan memahami bahwa lelaki dan wanita tidaklah sama, bahwa mereka punya kelebihan di bidang masing-masing
Begitu juga posisi ibu dalam dunia anak itu tidak tergantikan, perhatian seorang ibu pada anaknya takkan terbeli sebanyak apapun harta. Dan posisi ibu itu tidak bisa diulang kembali karena umur anak takkan bisa diputar lagi
Maka ketika memilih calon ibu dari anak-anak kami, saya syaratkan; "Maukah engkau menjadi fulltime-mother bagi anak-anak? Saya nggak mau ketika anak dewasa lalu bermaksiat, kita menyesal 'mengapa dulu tidak habiskan lebih banyak waktu bersamanya?!'"
Itu pemahaman sebelum Muslim, saat sudah mengenal Islam, saya memahami betul Islam paling memuliakan wanita
Beda dengan feminisme menjadikan materi sebagai standar sukses, wajar bila mereka merasa dunia tidak adil, karena materi jadi penanda sukses.
Feminisme menganggap waniat modern harus lebih mirip lelaki, bahwa bila wanita tidak bekerja maka wanita akan direndahkan. Feminisme sukses mendidik wanita melihat kesuksesan sebagai, punya penghasilan tinggi, gelar seabrek, mobil mewah, buka aurat dan sebagainya
Wajar hasilnya di negara-negara asal feminisme, wanita jadi lebih malas berkeluarga apalagi memiliki anak, karena kerja dan menikmati dunia lebih asyik
Menurut pandangan feminis, IRT itu perendahan martabat perempuan, tidak modern, perbudakan terhadap wanita. Wajar di negara-negara yang vokal feminisme, perceraian pun memuncak, karena tidak ada satu pemimpin dalam keluarga
US misalnya yang jadi kampiun feminisme, angka perceraian mencapai 50% per 2012 sila rujuk http://t.co/OUvEkdUY8L
"Nearly 80% cited financial problems as the leading cause of the marital demise" (Carr, 2003, p.10) http://t.co/zQFsyYQuqe
Feminisme mangaburkan fungsi ayah dan ibu dalam rumah tangga, hanya semata-mata demi mendapat lebih banyak materi, akhirnya meningkatlah angka single parentshttp://t.co/k9eNybXtq7 dan jelas broken home http://t.co/yUvU499gT9http://t.co/qAjjFfHBQJ
Banyak juga studi-studi yang menperingatkan, sangat sulit untuk memadukan ibu dan karir sekaligus http://t.co/mu5t6N2u3m
Sebagai tambahan, US yang melahirkan gerakan feminisme saja, sudah banyak bermunculan gerakan anti-feminisme sebagai gantinya. Di US, sudah banyak wanita sadar bahwa feminisme mengorbankan keluarga, mereka ingin kembali menjalankan peran ibu rumah tangga
Karena seberapa banyak waktu pun yang didedikasikan untuk mendidik anak | tiada pernah akan ada waktu yang cukup untuknya
Ada yang berucap "Saya ibu sekaligus karyawan, anak saya baik-baik saja". Nah, di-sambi aja sudah baik, apalagi bila fulltime-mother? tentu sangat baik, ya kan?
Lalu pertanyaan prinsipil, "apakah Islam melarang wanita bekerja?", "apakah wanita tidak boleh berpendidikan tinggi?". Dalam Islam hukum wanita bekerja itu mubah (boleh), sedangkan menjadi "ibu dan pengelola rumah tangga" itu kewajiban
Jadi sah-sah saja wanita memilih bekerja, namun beres juga kewajibannya, tentu bila dia lebih memilih yang wajib, itu yang utama, yang kita bahas disini adalah, mereka yang memiliki PILIHAN, apakah ingin mengutamakan wakti terbanyaknya untuk keluarganya, ataukah yang lain selain itu
Hidup memang perkara pilihan, dan Islam memerintahkan untuk memaksimalkan waktu ibu untuk anak-anaknya, urusan uang biar ayahnya
Bagaimana dengan wanita yang ditinggal suami apapun alasannya? Tentu saja ini bukan pilihan, tapi keterpaksaan, maka bekerja menafkahi anak tentu amal pahala besar baginya
Intinya, karir terbaik wanita adalah menjadi ibu sepenuhnya
Tentang pendidikan terhadap wanita? Tidak bosan-bosan saya sampaikan, bahwa seorang ibu HARUS terdidik sempurna, tinggi dan luasnya. Bahkan wanita Muslimah WAJIB lebih terdidik daripada lelaki, karena ialah madrasatul ula (pendidikan pertama dan utama) anak-anaknya
Maka jangan tanya "Untuk apa pendidikan tinggi bila hanya jadi IRT?", karena jadi IRT justru perlu pendidikan tinggi. Karena di tangan kaum ibu generasi Muslim berada, bukan hanya di tangan ayah generasi Muslim dibentuk
Ayah, didalam Al-Qur'an adalah penentu kerangka berpikir, penentu arah jalan, tauhid, tidak syirik, sedangkan eksekusi di lapangan, ibu yang lebih berperan
Banyak wanita yang sebetulnya bisa menggapai dunia lebih dari lelaki, tapi mereka mengorbankan segalanya demi anaknya, sangat MULIA. Dam dari ibunda MULIA semisal itulah, menjadilah Imam Syafi'i, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad
Rata-rata ulama besar itu menghabiskan masa kecil dalam yatim, ibu merekalah yang mendidik dan mendaras Al-Qur'an setiap waktu
Sembah sujud kami pada Allah yang selalu menjaga dunia dengan para ibunda MULIA, yang mau mengorbankan semua buat kami anak-anaknya. Hormat khidmat kami padamu wahai ibu, yang gadaikan semua waktu tanpa sesal dan keluh, membina kami jadi yang terbaik dalam agama. Pada para bunda MULIA doa kami, "Wahai Tuhanku, kasihilah keduanya, sebagaimana keduanya TELAH MENDIDIK AKU WAKTU KECIL" (QS 17:24)
Kembali lagi semua masalah pilihan, part-time mother or full-time mother? You decide grin emotikon

No comments:

Post a Comment