Tuesday 4 August 2015

kedudukan wanita berkarir didalam islam





KESETARAAN gender yang begitu di elu-elukan kaum feminis terasa membingungkan buat saya sebagai wanita muslim. Sepertinya pembelaan atas hak-hak wanita yang ingin setara dengan pria menjadi harapan di tengah himpitan berbagai tekanan dalam kehidupan terutama ekonomi dan persoalan-persoalan seputar wanita.

Banyak wanita bekerja saat ini, bisa karena ingin mengaktualisasikan dirinya ke ranah publik atau memang “terpaksa” bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya, menjadi korban sampai harus dilecehkan, diperkosa, disiksa, ada yang rela dirinya menjadi PSK, bahkan nyawa menjadi taruhannya.

Penindasan, kemiskinan, dan penghinaan perempuan terus terjadi dengan sistem kapitalisme-demokrasi saat ini. Tapi apakah memang seperti itu yang diinginkan para wanita sesungguhnya untuk dapat dikatakan setara dengan pria atau tidak ada diskriminasi dalam hal apapun?

Bila kita telisik pada para wanita, saya yakin sebagian besar wanita menginginkan hidup yang nyaman, tidak banyak tekanan, tenang melakukan tugas-tugas sebagai istri dan ibu dalam rumah tangga, sehingga mampu optimal menghasilkan anak-anak yang sukses juga keluarga yang bahagia.

Tapi tekanan hidup yang begitu berat saat ini menyebabkan wanita harus berjuang lebih keras lagi untuk ikut memenuhi kebutuhan hidup, agar keluarganya sejahtera. Belum lagi standar kebutuhan hidup manusia satu dengan lainnya berbeda, sehingga cukup saja tidak memuaskan, tapi ingin berlebih agar bisa lebih eksis di tengah masyarakat, begitulah umumnya manusia di zaman sekarang. Sehingga semua berlomba hanya untuk meraih materi semata dan kebahagiaan hidup di dunia yang sementara.

Sebagai seorang muslim, kita melihat persoalan tersebut dari solusi islam tentunya, bahwa sungguh sosok wanita dalam Islam ditempatkan di tempat yang mulia yang kehormatannya harus dijaga, juga diberikan perlindungan dan jaminan kehidupan oleh negara. Wanita dipersiapkan Allah untuk melahirkan generasi terbaik di masa depan, dan tugasnya tidak hanya melahirkan saja tapi juga merawat, mengasuh, menjaga, dan mendidik putra putrinya agar menjadi manusia yang mempunyai kepribadian Islam yang tinggi, dari sisi pemikiran dan perilakunya yang luhur, dan mampu menjadi generasi pemimpin. Semua itu tidak bisa dilakukan paruh waktu apalagi sisa waktu.

Apakah wanita tidak bangga bila dari tangannya lahir generasi yang membanggakan, yang akan mengubah peradaban dunia menjadi peradaban mulia nan gemilang, seperti yang Allah tuntun. Atau kita memilih membiarkan anak kita tumbuh dibesarkan oleh para pengasuh dan mempercayakan pendidikannya hanya pada lembaga formal saja atau di tempat penitipan anak yang sekarang sedang tumbuh subur seiring kebutuhan wanita bekerja penuh diluar rumah? Jawaban apa yang akan kita sampaikan di hadapan Allah atas tanggung jawab ini semua.

Namun konsep Islam yang ideal tentunya lahir dari Al-Khalik pencipta manusia, yaitu dengan penerapan aturan Allah dalam semua hal, sehingga butuh dukungan semua pihak. Wanita butuh mitra dalam rumah tangga (suami) yang antara lain bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rumah tangga juga mendidik istri dan anak-anaknya dengan aqidah Islam.

Masyarakat pun berperan aktif, antara lain mengawasi hal-hal yang terjadi di sekitarnya untuk saling membantu dan tolong menolong, termasuk mengingatkan pemerintah bila terjadi kezhaliman terhadap masyarakat, serta pemerintah yang memperhatikan nasib rakyatnya agar jaminan kesejahteraan hidup rakyatnya terpenuhi dengan baik, termasuk keadilan, kemakmuran, ketentraman, dan kedamaian bagi semua orang, laki-laki dan perempuan, bayi sampai lansia, muslim maupun non muslim.

Sehingga (dalam hal ini khususnya) perempuan bisa total mencetak generasi berkualitas tanpa waktunya tersita diluar rumah dari pagi sampai malam hari. Walaupun secara kasat mata pria dan wanita berbeda secara fitrah, yang masing-masing sudah Allah tetapkan hak dan kewajibannya untuk saling bahu membahu dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah, tapi sesungguhnya dihadapan Allah sama dalam iman dan ketakwaannya, dan masing-masing mendapatkan pahala dan surga dari sisi-Nya. Seperti dalam firman Allah, TQS. An-Nisaa (4): 32, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Semoga apa yang sering kita ucapkan, “Rodhitu billahi Robba wa bil islami diina wabi Muhammadin Nabiyyan wa Rosulan” tidak hanya sekadar ucapan tapi dalam realitanya kita sangat jauh dan tidak ridha diatur oleh aturan Islam.

Wallaahu a’lam bi ash-shawaab. []

Oleh: Lisna Hayatie-Bandung Timur, ummu.nadiyahmk@gmail.com






























No comments:

Post a Comment