Wednesday 5 August 2015

kenapa kata jangan dilarang diucapkan pada anak

Kekeliruan Buku Pendidikan
Mengharamkan Kata "JANGAN"

Salah seorang pendidik pernah berkata, "Pintu
terbesar yang mudah dimasuki Yahudi ada dua,
yaitu dunia psikologi dan dunia pendidikan."

Karena itulah, berangkat dari hal ini. Kita akan
mengupas beberapa "kekeliruan" pada buku-buku
pendidikan, seminar, teori pendidikan, dll.

Yang kadang sudah menjangkiti beberapa pendidik
muslim, para ayah dan ibu, yaitu melarang berkata
"Jangan" pada Anak.

Beberapa waktu lalu, saya sepakat dengan hal ini.
Maka dengan tertulisnya artikel ini, saya bertaubat
kepada Alloh Subhanahu wa ta'ala dari bahayanya
doktrin di atas.

Mari kita lihat, beberapa perkataan 'dalam
pendidikan' tentang larangan mengucapkan kata
'jangan' pada anak, misalnya "..gunakan kata-kata
preventif, seperti hati- hati, berhenti, diam di
tempat, atau stop. Itu sebabnya kita sebaiknya
tidak menggunakan kata 'jangan' karena alam
bawah sadar manusia tidak merespons dengan
cepat kata "jangan.."

Pada media online detik.com, pernah tertulis artikel
'Begini Caranya Melarang Anak Tanpa Gunakan
Kata 'Tidak' atau 'Jangan', bertuliskan demikian:

"..Tak usah bingung, untuk melarang anak tak
melulu harus dengan kata jangan atau tidak..."

Pada sebuah artikel lain, berjudul, "Mendidik Anak
Tanpa Menggunakan Kata JANGAN” tertulis, "Kata
'jangan' akan memberikan nuansa negatif dan
larangan dari kita sebagai orangtua, maka dari itu
coba untuk mengganti dengan kata yang lebih
positif dan berikan alasan yang dapat diterima
anak..."

Nah, inilah syubhat (keraguan/kerancuan). Indah
nampaknya, tapi di dalamnya terkandung bahaya
yang fatal. Mari kita bahas syubhat yang mereka
gelontorkan. Sebelumnya, kalau kita mau teliti, mari
kita tanyakan kepada mereka yang melarang kata
'jangan', apakah ini punya landasan dalam Al-
Qur'an dan hadits?

Apakah semua ayat di dalam al-Qur'an tidak
menggunakan kata
"Laa (jangan)"?

Mereka pun mengatakan jangan terlalu sering
mengatakan jangan. Sungguh mereka lupa bahwa
lebih dari 500 kalimat dalam ayat Al-Qur’an
menggunakan kata “jangan". Allohu Akbar, banyak
sekali!

Mau dikemanakan kebenaran ini?
Apa mau dibuang?
Apa mau lebih memilih teori-teori yang
dhoif?

Kalau mereka mengatakan kata jangan bukan
tindakan preventif (pencegahan), maka kita tanya,
apakah Anda mengenal Luqman Al-Hakim? (Surah
Luqman ayat 12 sampai 19).

Kisah ini dibuka dengan penekanan Allah bahwa
Luqman itu orang yang diberi hikmah, orang arif
yang secara tersirat kita diperintahkan untuk
meneladaninya (“walaqod ataina
luqmanal hikmah….” . dst)

Apa bunyi ayat yang kemudian muncul? Ayat 13
lebih tegas menceritakan bahwa Luqman itu
berkata kepada anaknya, “Wahai anakku,
JANGANLAH engkau menyekutukan Allah.
Sesungguhnya syirik itu termasuk dosa yang
besar”.

Inilah bentuk tindakan preventif yang sangat tegas
dalam al-Qur'an. Sampai pada ayat 19, ada 4 kata
“ laa" (jangan) yang dilontarkan oleh Luqman
kepada anaknya, yaitu “laa tusyrik billah”, “fa laa
tuthi’humaa”, “Wa laa tusha’ir khaddaka linnaasi”,
dan “wa laa tamsyi fil ardli maraha”.

Luqman tidak perlu mengganti kata “jangan
menyekutukan Allah” dengan (misalnya)
"esakanlah Allah”. Pun demikian dengan “Laa”
yang lain, tidak diganti dengan kata-kata kebalikan
yang bersifat anjuran.

Mengapa Luqmanul Hakim tidak menganti "jangan"
dengan "diam/hati-hati"? Karena ini bimbingan
Alloh.

Perkataan "jangan" itu mudah dicerna oleh anak,
sebagaimana penuturan Luqman Hakim kepada
anaknya.

Dan perkataan "jangan" juga positif, tidak negatif.
Ini semua bimbingan dari Alloh Subhanahu wa
ta'ala, bukan teori pendidikan Yahudi.

Adakah pribadi psikolog atau pakar parenting
pencetus aneka teori ‘modern’ yang melebihi
kemuliaan dan senioritas Luqman? Tidak ada.

Luqman bukan nabi, tetapi namanya diabadikan
oleh Allah dalam Kitab suci karena ketinggian
ilmunya. Dan tidak satupun ada nama psikolog
yang kita temukan dalam kitabullah itu.

Membuang kata “jangan” justru menjadikan anak
hanya dimanja oleh pilihan yang serba benar.

Ia tidak memukul teman bukan karena mengerti
bahwa memukul itu terlarang dalam agama, tetapi
karena lebih memilih berdamai.

Ia tidak sombong bukan karena
kesombongan itu dosa, melainkan hanya karena
menganggap rendah hati itu lebih aman baginya.

Dan kelak, ia tidak berzina bukan karena takut
adzab Alloh, tetapi karena menganggap bahwa
menahan nafsu itu pilihan yang dianjurkan orang
tuanya.

Nas alulloha salaman wal afiyah.
Anak-anak hasil didikan tanpa “jangan” berisiko
tidak punya “sense of syariah” dan keterikatan
hukum.

Mereka akan sangat tidak peduli melihat
kemaksiatan bertebaran, tidak perhatian lagi
dengan amar ma'ruf nahi mungkar, tidak ada lagi
minat untuk mendakwahi manusia yang dalam
kondisi bersalah, karena dalam hatinya berkata “itu
pilihan mereka, saya tidak demikian”.

Mereka bungkam melihat penistaan agama karena
otaknya berbunyi “mereka memang begitu, yang
penting saya tidak melakukannya”.

Itulah sebenar-benar paham liberal, yang 'humanis’,
toleran, dan menghargai pilihan-pilihan.

Jadi, bila kita yakini dan praktikkan teori parenting
barat itu, maka sesungguhnya kita bersiap anak-
anak kita tumbuh menjadi generasi liberal.

Haruskah kita simpan saja Al-Qur’an di lemari
paling dalam, dan kita lebih memilih teori2 yahudi?
Astagfirulloh!

[Rujukan: Al-Qur'an, Akh Budi, Akh Yazid (Abu
Hanin

Komentar gurunda ustadz Fauzil Adhim: Terkait kata jangan atau tidak, dalam agama sudah sangat jelas bahwa kata jangan maupun tidak justru tak dapat dilepaskan. Syahadat diawali kata tidak. Nasehat Luqman menggunakan kata yang sama dengan makna jangan.

Ada ribuan kata bermakna tidak/jangan dalam Al-Qur'an. Tapi jika kita cuma mengetik bahasa Endonesiyah "jangan" di Al-Qur'an for android, ketemunya cuma sekitar 360

Saya pernah membahas ini di buku Saat Berharga untuk Anak Kita.

Di luar itu, jika kita seorang guru, salah satu hal penting untuk keberhasilan kelas adalah manajemen kelas. Dan urutan pertama dalam manajemen kelas adalah Aturan & Prosedur yang isi pokoknya Larangan dan Perintah

No comments:

Post a Comment